LOMBOK BARAT, NTB – Kepolisian Resor (Polres) Lombok Barat, Polda Nusa Tenggara Barat (NTB), secara resmi memberikan penegasan terkait simpang siur informasi yang beredar di tengah masyarakat mengenai kasus kematian korban atas nama Esco Faska Rely.
Penyidik Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Lombok Barat telah merampungkan serangkaian pendalaman intensif, termasuk Scientific Crime Investigation, yang membantah adanya keterlibatan oknum anggota Polri berinisial W dalam peristiwa pidana tersebut.
Hal ini disampaikan langsung melalui surat perkembangan hasil penyidikan yang ditujukan kepada pelapor.
Pendalaman Menyeluruh Berbasis Fakta Penyidikan
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Lombok Barat, AKP Lalu Eka Arya Mardiwinata, S.H., M.H., menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan serangkaian tindakan penyidikan lanjutan.
Langkah ini diambil guna melengkapi berkas perkara tersangka Rizka Sintiani dan tersangka SA alias HS, serta menjawab spekulasi yang berkembang liar di media sosial.
Dalam prosesnya, penyidik tidak hanya melakukan rekonstruksi tambahan sesuai petunjuk Jaksa Penuntut Umum (JPU), tetapi juga mendalami dugaan keterlibatan pihak lain.
Berdasarkan pemeriksaan saksi-saksi kunci, psikologi, Ahli hingga pemeriksaan digital forensik, fakta hukum yang ditemukan justru menggugurkan segala tuduhan yang mengarah pada sosok Wira, atau yang sempat disebut-sebut sebagai “Komandan Wira”.
“Kami telah melakukan pemeriksaan mendalam, baik terhadap SA alias HS, dan saksi-saksi lain, termasuk kedua anak korban. Hasilnya, tidak ditemukan indikasi keterlibatan saudara Wira di Tempat Kejadian Perkara (TKP) maupun dalam rentang waktu krusial peristiwa tersebut,” ungkap AKP Lalu Eka Arya dalam keterangannya, Sabtu (22/11/2025).
Alibi Kuat dan Kesalahpahaman Panggilan ‘Komandan’
Salah satu poin krusial yang diluruskan oleh kepolisian adalah mengenai keberadaan Wira saat peristiwa hilangnya korban pada tanggal 19 Agustus 2025.
Berdasarkan bukti yang valid dan terkonfirmasi, Wira memiliki alibi yang sangat kuat dan tidak terbantahkan.
Pada saat kejadian, yang bersangkutan diketahui sedang berada dilokasi lain di Mataram bersama dua saksi lainnya.
Mereka terkonfirmasi sedang bersama dua rekannya tersebut mulai pukul 19.30 Wita hingga 22.45 Wita.
Keterangan ini konsisten dan didukung oleh kesaksian saksi mata yang berada di lokasi yang sama.
Selain itu, penyidik juga meluruskan miskonsepsi terkait panggilan “Komandan” yang sempat memicu spekulasi publik.
Diketahui bahwa tersangka SA alias HS memiliki kebiasaan memanggil setiap anggota Polri yang dikenalnya dengan sebutan “Komandan”, tanpa memandang jenjang kepangkatan.
“Saudara Wira ini merupakan teman satu angkatan atau leting dengan korban yang bertugas di tempat yang sama, yakni Polsek Sekotong. Hubungan mereka adalah rekan kerja. Panggilan ‘Komandan’ dari tersangka SA adalah sapaan umum yang biasa ia gunakan, bukan indikasi adanya perintah atau hierarki dalam tindak pidana ini,” jelas Kasat Reskrim.
Bukti Digital Forensik dan Psikologi
Untuk memastikan transparansi dan akurasi, penyidik Polres Lombok Barat juga melibatkan ahli digital forensik dan psikologi forensik.
Dari hasil pemeriksaan bahwa tidak ditemukan jejak digital yang menghubungkannya dengan lokasi kejadian maupun komunikasi yang mengarah pada dugaan tindak pidana ini.Lebih lanjut, pemeriksaan psikologi forensik menunjukkan bahwa motivasi Wira selama ini murni sebagai rekan seangkatan yang ingin membantu teman yang sedang menghadapi masalah.











